Pembiayaan Perumahan Harus Dipermudah

Posted by Anonymous | 4:29 PM

Oleh Wahyu Sudoyo

JAKARTA - Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) optimistis bahwa industri properti nasional pada 2009 tetap prospektif, meski tidak sebaik 2008. Untuk menahan kejatuhan permintaan produk sektor ini, mereka meminta pemerintah mendorong penerapan skema pembiayaan perumahan yang terjangkau oleh kalangan menengah-bawah.

Ketua Umum Hipmi Erwin Aksa menilai, prospek sektor properti dalam negeri masih baik, terutama untuk subsektor residensial. Hal itu karena tingkat kebutuhan perumahan di Indonesia masih sangat besar. Di samping itu, rumah yang merupakan salah satu indikator kesejahteraan dan salah satu indeks pembangunan, seharusnya menjadi salah satu prioritas kebijakan pembangunan nasional.
"Saya kira yang terpenting untuk dunia usaha saat ini adalah perbankan tetap memberikan pinjaman, dan menurunkan tingkat suku bunga kredit. Selain itu, perbankan tidak menetapkan uang pangkal KPR yang terlalu tinggi," jelas Erwin Aksa di sela seminar Prospek Properti Indonesia 2009, yang diselenggarakan oleh Hipmi, di Jakarta, Kamis (11/12).

Lebih lanjut Erwin mengatakan, sektor properti tak bisa mengelak dari dampak resesi ekonomi dunia. "Jadi, yang harus dilakukan sekarang adalah jangan sampai permintaan produk properti pada 2009 menurun jauh dari harapan. Sebab, sektor properti banyak mendukung pertumbuhan ekonomi, membuka banyak lapangan kerja, dan mempengaruhi sektor-sektor lainnya," ujar Erwin Aksa.
Staff Ahli Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera) Bidang Ekonomi dan Keuangan Sri Hartoyo yang mewakili Menpera Yusuf Asyari dalam kesempatan yang sama mengatakan, sektor properti mempunyai karakteristik yang sangat peka terhadap perkembangan indikator ekonomi makro, seperti laju inflasi, tingkat suku bunga, nilai tukar rupian, dan pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, setiap adanya perubahan pada indikator makro itu akan berpengaruh pada kinerja properti, baik secara langsung maupun tidak langsung.

"Ketatnya likuiditas perbankan akhir-akhir ini memang membuat daya serap produk properti agak terganggu, baik untuk kelas bawah, menengah, maupun atas," ujarnya.

Berdasarkan Survei Properti Residensial Bank Indonesia pada triwulan III-2008, peningkatan suku bunga kredit properti berpengaruh terhadap pertumbuhan kredit di sektor properti. Penyaluran kredit properti oleh bank umum pada triwulan III-2008 tercatat sebesar Rp 190,08 triliun atau hanya naik sekitar 5% dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan pangsanya, kredit untuk kepemilikan rumah (KPR) dan apartemen (KPA) masih mendominasi pangsa kredit di subsektor properti yaitu sebesar 62,25%, diikuti dengan kredit untuk kegiatan konstruksi (24,45%) dan kredit untuk subsektor real estat (13,30%).
Sebagian pengembang telah menempuh berbagai langkah untuk menggairahkan pasar perumahan, antara lain melalui pemberian subsidi bunga dan sistem pembayaran tunai bertahap.

"Dengan diturunkannya tingkat suku bunga acuan BI, semoga hal ini dapat segera diikuti penurunan tingkat suku bunga dari perbankan," ujar Sri Hartoyo.
Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) Teguh Satria juga optimistis bahwa prospek bisnis perumahan masih baik pada 2009. Hal itu karena alokasi anggaran untuk subsidi perumahan dan rusunami pada 2009 dinaikkan menjadi Rp 2,5 triliun, dibanding tahun 2008 sebesar Rp 800 miliar. Anggaran subsidi itu, lanjut dia, akan mendukung pembentukan kapitalisasi perumahan sebesar Rp 15 triliun.
"Dengan adanya penurunan BI rate menjadi 9,25%, meskipun tidak besar secara angka, memberikan dampak psikologis pada pasar bahwa bunga KPR akan cenderung turun. Saya yakin hal itu akan diikuti kelonggaran likuiditas perbankan, yang mudah-mudahan akan terjadi pada awal 2009." jelas Teguh Satria.
Perbankan Selektif

Namun, harapan pengembang itu tampaknya tak akan terealisasi dengan cepat. Sebaliknya, perbankan akan semakin selektif dalam menyalurkan kredit ke sektor properti sebagai bentuk antisipasi terhadap semakin memburuknya kondisi perekonomian nasional.

"Saat ini perbankan mengalami kesulitan likuiditas dan akan selektif dalam menyalurkan kredit, terutama pada perusahaan yang akan mengurangi karyawannya," kata Kepala Divisi Pengelolaan Kredit Bank Tabungan Negara (BTN) Budi Hartono.
Budi menuturkan, BTN dalam mengantisipasi dampak krisis yang meluas, akan.melaksanakan kebijakan soft lending bagi perumahan komersial.

BTN akan menaikkan uang muka dan sejumlah ketentuan lain dalam menyalurkan kredit untuk perumahan komersial. "Namun untuk kredit program, seperti rumah susun hak milik (rusunami) dan rumah susun sewa sederhana (rusunawa), tetap dilaksanakan," tegasnya.
Ia menambahkan, "Kami tidak menghentikan kredit, tetapi akan selektif dalam menyalurkan dana kredit komersial, sedangkan untuk kredit program tetap jalan."

Budi menambahkan, Penyaluran kredit pada 2009, menurut Budi, tetap prospektif karena didukung oleh berbagai indikator ekonomi yang membaik, seperti pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5-6%, volume ekspor 1-2%, dan laju inflasi cenderung rendah.

Selain itu terjadi penurunan suku bunga acuan (BI rate) yang akan menurunkan bunga kredit dan mendorong bergeraknya sektor riil.

Kendati demikian, Budi mengharapkan pelaku industri properti lebih kreatif dalam mendukung pembiayaan seperti melaksanakan mekanisme pembayaran tunai bertahap, tidak terlalu banyak mengandalkan modal kerja dari bank, dan efisien.

"Industri properti di tahun 2009 masih prospektif. Namun, pelaku industri harus melakukan langkah antisipasi agar mampu bertahan dari krisis," pungkasnya.
Berdasarkan dana BI, posisi penyaluran dana KPR pada Oktober 2008 sebesar Rp 121,9 triliun, meningkat dari posisi September yang sebesar Rp 120,5 triliun. Selain itu, data tersebut juga mengungkapkan peningkatan kredit perbankan nasional di sektor properti yang hingga Oktober 2008 total outstanding-nya, sebesar Rp 200,2 triliun, naik dari posisi September 2008 sebesar Rpl96,3 triliun. (Investor Daily Indonesia).

Source: http://www.btn.co.id/

0 comments

Post a Comment